Rabu, 20 Mei 2009

Pendidikan Reproduksi Sesuaikan Usia Anak

*** SIAPA yang mengajarkan pendidikan seks kepada anak bila orang tua bercerai, ayah atau ibu? Bagaimana menerangkan kepada anak yang memergoki kedua orang tuanya sedang melakukan hubungan intim? Lalu bagaimana menjawab pertanyaan anak perempuan yang bertanya mengapa ia tidak memiliki penis seperti anak lelaki?

Beberapa pertanyaan itu diajukan para orang tua pada seminar Teaching Your Children about Sex, yang diselenggarakan Sekolah Lentera Internasional (SLI), Sabtu (16/4) di Jakarta.

Saat menanggapi berbagai pertanyaan tersebut, pembicara pada seminar tersebut, Vania Djohan Salim, mengingatkan para orang tua agar semakin memerhatikan perkembangan anak-anak mereka.

Berbagai informasi yang diserap anak bisa berakibat negatif, jika tidak diberi bimbingan. Terlebih dengan maraknya tontonan di televisi dan internet yang bisa diakses secara bebas oleh anak. "Ketika anak sudah bertanya masalah yang menyerempet soal seks, saat itulah orang tua harus mulai memberikan pendidikan seks," kata alumnus Oregon State University, AS, dalam ilmu psikologi bisnis ini.

Menurut Vania, seperti dilansir MIOL, bila anak perempuan bertanya mengapa ia tidak punya penis atau sebaliknya, anak lelaki bertanya mengapa ia tidak punya vagina, orang tua jangan menganggap pertanyaan itu sebagai hal yang memalukan. ''Berikan penjelasan positif, yakni penghargaan terhadap organ-organ kelamin. Terangkan perbedaan antara vagina dan penis. Misalnya, kenapa ia tidak memiliki penis karena perempuan. Perlihatkan kepada anak, Anda lebih mengetahui permasalahan dibanding teman-temannya,'' jelas Direktur SLI ini.

Kendati demikian, tambah Vania, pemberian pendidikan seks harus memerhatikan usia anak. Bagi anak berusia 3-8 tahun, pelajaran diberikan hanya pada masalah organ tubuh serta fungsinya. Bagi anak berusia 8-13 tahun materi ditingkatkan dengan big talk dan follow up-nya. Usia 11-16 tahun, anak diperkenalkan mengenai sikap terhadap seks. ''Pada usia 15-19 tahun kembangkan pengetahuan seks anak dengan masalah keyakinan dan norma-norma.''

Kesehatan reproduksi:

Untuk menghadapi anak yang memergoki orang tuanya berhubungan intim, Vania meminta orang tua tersebut mengorek pendapat anak tentang hal yang dilihatnya. Bila perlu, anak diberikan penjelasan tentang hubungan suami istri, masalah cinta, komitmen, dan pernikahan. "Terutama pada anak remaja biasanya, mereka bisa diajak berdialog dan berdiskusi secara terbuka," tambah psikolog sekaligus konsultan keluarga ini.

Sedangkan pada orang tua yang bercerai, Vania meminta agar orang tua tetap harus memberikan pendidikan seks pada anaknya. Caranya, mereka memosisikan diri untuk memberi penjelasan pada anak. "Jika pada keluarga modern, anak bisa diposisikan sebagai teman. Sehingga penjelasan orang tua lebih bisa diterima anak," tutur Vania.

Lebih lanjut, Vania meminta para orang tua untuk menanamkan pemahaman kesehatan reproduksi kepada anak-anaknya. Awalnya mungkin hanya berkisar pada masalah kebersihan. Kemudian, anak mulai diajarkan masalah risiko dari berhubungan seks. Misalnya, masalah kehamilan, pelecehan seksual, dan seputar penyakit seksual bila berhubungan seks tidak sehat, dan terlalu dini. (miol)